Bandar LampungLampung

Anggap Sebagai Bentuk Pelemahan KPK, GNPK-RI PW Lampung Tolak Revisi RUU KPK

Kamu Bisa Download ini:

BANDAR LAMPUNG  – (LN)  –  Pro kontra revisi UU KPK yang kini menjadi RUU inisiatif DPR terus berlanjut. Pengurus Wilayah GNPK-RI Lampung menilai, revisi itu sebagai upaya melemahkan pemberantasan korupsi.

“Saya menolak revisi UU KPK. Kita tahu bahwa upaya revisi ini adalah pintu untuk melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia,” kata Ari Pengurus GNPK-RI PW Lampung dalam keterangan tertulis kepada wartawan di Bandar Lampung, Minggu (08/09/19).

Apalagi, setelah membaca draf revisi, Ari mengatakan semakin yakin revisi itu bisa melumpuhkan KPK dan berbahaya bagi kelangsungan demokrasi yang membutuhkan pemerintahan yang bersih.

Hal senada disampaikan Hamdani, Pengurus GNPK-PW Lampung “Kami mencium aroma menjadikan KPK sebatas sebagai lembaga pencegahan yang tak memiliki taring sama sekali. Kalau kami berada di DPR, pasti kami dengan tegas akan lawan segala upaya tersebut,” ujarnya.

Salah satu yang menjadi sorotan GNPK-FI adalah, keberadaan Dewan Pengawas KPK yang menurut Tsamara sangat absurd. “Dewan Pengawas di situ akan diberi kewenangan untuk menyetujui penyadapan, penyitaan, penggeledahan. Dewan Pengawas dipilih oleh DPR. Ini berbahaya karena bisa memunculkan kecurigaan terkait independensi KPK nantinya,” tukas Hamdani.

Yudi Selaku Pengurus GNPK-RI PW Lampung menambahkan, “Kami selaku pengurus Inti GNPK-RI PW Lampung awalnya berpikir revisi terbatas bertujuan membuat KPK lebih transparan karena memang manusia atau lembaga mana pun tak ada yg sempurna.”

“Tapi kami sadar bahwa upaya pelemahan lebih kental di sini. Revisi RUU KPK harus ditolak,” pungkas Yudi.

Perlu di catat bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi menolak revisi Undang Undang KPK. Apalagi jika mencermati materi muatan RUU KPK yang beredar, justru rentan melumpuhkan fungsi-fungsi KPK sebagai lembaga independen pemberantas korupsi.

Ditempat terpisah Hamdini berpendapat bahwa “Dengan segala kejadian dan agenda yang terjadi dalam kurun waktu belakangan ini, kami harus menyatakan kondisi saat ini bahwa KPK berada di ujung tanduk.”

“Pertama, tentang seleksi pimpinan KPK yang menghasilkan 10 nama calon pimpinan yang di dalamnya terdapat orang yang bermasalah. Hal seperti akan membuat kerja KPK terbelenggu dan sangat mudah diganggu oleh berbagai pihak.” Hamdani menambahkan.

Kamis lalu, 5 September 2019, Sidang Paripurna DPR telah menyetujui revisi Undang Undang KPK menjadi RUU Insiatif DPR. Terdapat Sembilan Persoalan di draf RUU KPK yang beresiko melumpuhkan kerja KPK.

GNPK-RI menyoroti Sembilan hal tersebut adalah, independensi KPK yang terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, adanya pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR, pembatasan sumber penyelidik dan penyidik, penuntutan perkara korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara di tahap penuntutan dipangkas, ewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan, dan kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas.

Tak hanya RUU KPK, DPR juga tengah menggodok RUU KUHP yang akan mencabut sifat khusus dari Tindak Pidana Korupsi, sehingga keberadaan KPK terancam.

GNPK-RI menyadari DPR memiliki wewenang untuk menyusun RUU inisiatif dari DPR. Akan tetapi, disisi lain KPK meminta DPR tidak menggunakan wewenang tersebut untuk melemahkan dan melumpuhkan KPK.

GNPK-RI  juga menyadari RUU KPK inisiatif DPR tersebut tidak akan mungkin dapat menjadi undang-undang jika Presiden menolak dan tidak menyetujui RUU tersebut. Karena undang-undang dibentuk berdasarkan persetujuan DPR dan Presiden.

Oleh karena itu GNPK-RI berharap Presiden dapat membahas terlebih dulu bersama akademisi, masyarakat dan lembaga terkait untuk memutuskan perlu atau tidaknya merevisi Undang Undang KPK dan format KUHP tersebut. (*)

Kamu Bisa Download ini:

Related Articles

Back to top button