Diduga Langgar Peraturan Pemerintah dan UU, RS Mardi Waluyo Rubah Trotoar Menjadi Tempat Parkir
Lampungnet.com | Metro – Diduga melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (PP Jalan) dan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), Rumah Sakit Mardi Waluyo Kota Metro mengubah Trotoar menjadi tempat parkir bagi kendaraan roda empat.
Suasana ini tampak jelas terlihat beberapa kendaraan roda empat yang memarkirkan kendaraanya disepanjang tepian jalan RS yang sebelumnya diketahui adalah bangunan trotoar milik pejalan kaki yang dibuat oleh pemerintah.
Direktur RS Mardi Waluyo Drg. Budiono, MARS ketika dikonfirmasi melalui via telpon WA, Rabu 8 Desember 2021, dirinya enggan menjelaskan pertanyaan wartawan terkait hal tersebut.” Silahkan ke bagian marketing aja ” singkat Budi yang langsung menutup telpon. Sementara itu bagian Humas Marketing RS Mardi Waluyo juga tidak dapat ditemui.
Sebagaimana diketahui, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan (PP Jalan), PP Jalan ini salah satunya yang mengatur tentang bagian-bagian jalan yang meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan (Pasal 33 PPJalan).
Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) PP Jalan, ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. Lebih lanjut, ruang manfaat jalan itu hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya [Pasal 34 ayat (3) PP Jalan].
Fungsi Trotoar pun ditegaskan kembali dalam Pasal 34 ayat (4) PP Jalan yang berbunyi : Trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki. Hal ini berarti, fungsi trotoar tidak boleh diselewengkan dengan cara apapun, termasuk dimiliki secara pribadi dengan alasan trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.
Sedangkan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), penyediaan fasilitas-fasilitas pendukung atau termasuk trotoar diselenggarakan oleh pihak pemerintah bergantung pada jenis jalan tempat trotoar itu dibangun [Pasal 45 ayat (2) UU LLAJ]:
a. Untuk jalan nasional, diselenggarakan oleh pemerintah pusat;
b. Untuk jalan provinsi, diselenggarakan oleh pemerintah provinsi;
c. Untuk jalan kabupaten dan jalan desa, diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten;
d. Untuk jalan kota, diselenggarakan oleh pemerintah kota;
e. Untuk jalan tol, diselenggarakan oleh badan usaha jalan tol.
Penting diketahui, ketersediaan fasilitas trotoar merupakan hak pejalan kaki yang telah disebut dalam Pasal 131 ayat (1) UU LLAJ. Ini artinya, trotoar diperuntukkan untuk pejalan kaki, bukan untuk orang pribadi.
Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 25 ayat (1) huruf h UU LLAJ, bahwa setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan, yang salah satunya berupa fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan. Ini artinya, sebagai salah satu fasilitas pendukung jalan, trotoar juga merupakan perlengkapan jalan.
Masih berkaitan dengan trotoar sebagai perlengkapan jalan, berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU LLAJ, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan. Ada 2 (dua) macam sanksi yang dapat dikenakan pada orang yang menggunakan trotoar sebagai milik pribadi dan mengganggu pejalan kaki:
1. Ancaman pidana bagi setiap orang yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) (Pasal 274 ayat (2) UU LLAJ); atau
2. Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) (Pasal 275 ayat (1) UU LLAJ). (Tim)