Ekploitasi Pertambangan di Lampung Selatan, Pengebirian Otonomi Daerah Yang Terikat Peraturan
Lampungnet.com-Berdasarkan Undang Undang Pemerintahan Daerah, kewenangan untuk mengatur masalah Pertambangan Galian C seperti batu, tanah liat, pasir dan lainnya yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota, tapi dialihkan kewenangannya ke Pemerintah Provinsi.
Regulasi tentang Pengalihan Kewenangan ini, dalam kontek otonomi, telah menggambarkan bahwa otonomi daerah kita saat ini tak lain adalah otonomi buntut kebo,otonomi ditunjukkan dengan kepala kerbau, seolah – olah bebas bergerak, namun nyatanya tidak leluasa lantaran ekornya dipegang erat-erat. Apa yang teradi saat ini adalah, pengebirian otonomi daerah melalui berbagai perangkat peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa saat ini banyak kerusakan lingkungan akibat maraknya Galian C di wilayah Kabupaten Lampung Selatan,yang meresahkan masyarakat. Masyarakat melihat seoalah olah pemerintah daerah Kabupaten/Kota melakukan pembiaran terhadap maraknya eksploitasi lingkungan khususnya Galian C ini, apalagi Lampung Selatan mempunyai sumber daya alam sebagai daerah Industri.
Seperti kasus pengerukan pasir hitam Gunung Anak Krakatau (GAK) yang diduga dilakukan PT LIP (Lautan Indonesia Persada).
Saat audiensi bersama Plt Bupati Lampung Selatan, Hi Nanang Ermanto, dengan Forum Dewan Anak Adat Lampung Selatan (DAALS), di ruang rapat kerja rumah dinas bupati setempat, Rabu (30/10/2019).
Forum Dewan Anak Adat Lampung Selatan,dengan Ketua umum DAALS H. Andi Azis SH,saat sesi tanya jawab mempertanyakan aktifitas penyedotan pasir besi di sekitar GAK, apakah Plt Bupati mengetahui kegiatan yang beredar video viral menampilkan sebuah kapal tongkang besar yang diduga melakukan aktivitas penyedotan pasir di sekitar Gunung Anak Krakatau (GAK).
Dengan tegas,Nanang Ermanto, mengatakan tidak mengetahui terkait aktifitas pengerukan pasir besi itu, “Apa lagi seperti yang dipertanyakan ke saya, sumpah demi allah saya tidak tahu itu, apalagi sampai menerima-nerima fee,tidak ada.Karena itu ,belum lama ini kami pemerintah daerah sudah kordinasi saat kehadiran Anggota DPR RI komisi IV, juga dari Kementerian terkait adnya Kapal Tongkang penyedot pasir di sekitaran Anak Gunung Krakatau yang telah begitu meresahkan”kata Nanang.
Sebelumnya,Kepala Seksi Koservasi Wilayah III Lampung BKSDA Bengkulu, Hifzon Zawahiri, membantah adanya aktivitas penyedotan pasir di sekitar GAK. Ia mengklaim aktivitas kapal tongkang tersebut jauh dari area GAK.
“Lokasi penyedotan pasir itu sangat jauh sekali dengan Gunung Anak Krakatau, terakhir kita memantau 5 kilometer dari batas cagar alam laut kita. Berarti kalau dari krakatau 7 kilometer, karena batas luar GAK itu 2 kilometer ditambah 5 kilometer jadi 7 kilometer,” kata Hifzon dirilis kumparan.com.Jumat (30/08/2019).
Ia juga menyebutkan, kapal tongkang tersebut sudah memiliki izin penyedotan pasir di Selat Sunda.
Saat ini Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga auditor negara mengungkapkan sebanyak 72,5 % perusahaan pemegang IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi di Indonesia belum menempatkan jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang.
Sementara,bagaimana kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan tambang Galian C di wilayah Lampung Selatan.Apakah pemerintah daerah tidak memiliki jaminan bahwa perusahaan akan bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.(Sior)