KUAT DUGAAN KAKAM BUMI SARI SP 6 A TULANG BAWANG PUNGLI SERTIPIKAT PRONA.
TULANG BAWANG(LN)_ Aparatur Kampung Kecamatan rawapitu kampung bumi sari SP6 A, di duga ( pungli prona ) Proses administrasi terkait kepemlikan tanah masyarakat, seperti pembuatan sertifikat yang menjadi lahan basah bagi oknum-oknum tertentu, untuk mengambil keuntungan dari setiap warga.
Parahnya, pembuatan sertifikat prona (proyek operasi nasional agraria) yang jelas-jelas program pusat, dan masyarakat dibebaskan biaya untuk membuat sertifikat tersebut, tak luput dari pungutan perangkat desa yang belum jelas aturannya.
Hal ini terjadi di kecamatan rawa pitu.di kampung bumi sari SP 6 A. Di mana per persil masyarakat dipungut Rp 400 ribu persertipikat/perbuku,
Progeram prona yang telah di bentuk dari pemerintah pusat, dijadikan alat komersialisasi untuk mencari keuntungan. Di mana menurut keterangan warga persertipikat di pungut 400 ,ribu,itu pun di atas nama kan ( PINJAMAN ) namun sampai saat ini uang pinjaman pun tidak di kembalikan sampai sertipikat selesai,
bahkan menurut salah satu warga yang tidak mau di sebut kan nama nya dia sudah berapa kali datang menemuwi kepala kampung,( KAKAM ) ANDI namun tak pernah kunjung ketemu sampai saat ini.
Dan saat di mintai keterangan dari awak media LAMPUNGNET.COM,dan MEDIA PRINGSEWU, ANDI selaku KAKAM. Membenar kan bahwa diri nya blm pernah menyambut uang tersebut,dan uang itu hanya di kelola HERMAN selaku ( BPK /panitia prona).” ungkap nya andi, media LAMPUNG NET.COM menanyakan kemana uang tersebut,( KAKAM )ANDI jadi Membisu dan membungkam,
Terkait prona, itu merupakan program pusat untuk meringan kan masyarakat dalam mengurus sertifikasi tanah, dan jelas itu gratis.
Kalaupun harus ada pungutan, menurutnya pihak terkait (perangkat desa) harus bisa menjelaskan apa kegunaan dari pungutan tersebut. Agar tidak simpang siur. “Harus jelas dulu secara tertulis, apa kegunaan dari pungutan itu,”
pihak desa boleh saja memungut biaya, tapi ia menegaskan bahwa pungutan biaya tidak diperbolehkan menggunakan persentase.
Karena, jika menggunakan persentase, maka itu akan memberatkan masyarakat, yang secara ekonomi di bawah rata-rata.” tutup.
Tim/basit